Thursday, October 7, 2010

Tanya jawab masalah bid'ah (2)

Mungkin ada juga yang bertanya: Ada hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada masa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam,
seperti adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya. Hal-hal baru seperti itu
dinilai baik oleh umat Islam, diamalkan dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalu
bagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, dipadukan
dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Setiap bid'ah adalah kesesatan."
Jawabannya:
Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya bukan bid'ah, melainkan sebagai sarana
untuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat dan
zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaidah: "Sarana dihukumi menurut tujuannya".
Maka sarana untuk melaksanakan perintah, hukumnya diperintahkan, sarana untuk
perbuatan yang tidak diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan, sedang sarana untuk
perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu suatu kebaikan jika dijadikan sarana
untuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan jahat.
Firman Allah Ta'ala: "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
tanpa pengetahuan."
Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang musyrik adalah perbuatan haq dan pada
tempatnya, sebaliknya menjelek-jelekkan Rabbul 'Alamien adalah perbuatan durjana dan
tidak pada tempatnya. Namun karena perbuatan menjelek-jelekkan dan memaki sembahan
orang-orang musyrik menyebabkan mereka akan memaki Allah, maka perbuatan tersebut
dilarang.
Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sarana
dihukumi menurut tujuannya. Adanya sekolah-sekolah, karya ilmu pengetahuan dan
penyusunan kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru dan tidak ada seperti itu pada

zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun bukan tujuan, tetapi merupakan sarana.
Sedangkan sarana dihukumi menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seorang yang
membangun gedung sekolah dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, maka
pembangunan tersebut hukumnya adalah haram. Sebaliknya apabila bertujuan untuk
pengajaran ilmu syar'i, maka pembangunannya adalah diperintahkan.
Jika ada pula yang mempertanyakan: bagaimana jawaban Anda terhadap sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala
perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikutinya (meniru) perbuatannya itu..."
Jawabannya:
Bahwa orang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan pula: "Setiap
bid'ah adalah kesesatan" yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin
sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada pertentangan satu sama
lainnya. Sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada
yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan tersebut terjadi
mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada
pertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dengan demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi
menyatakan: "Man Sanna Fil Islam" yang artinya" Barangsiapa berbuat dalam Islam"
sedangkan bid'ah bukan termasuk dalam Islam, kemudian menyatakan "sunnah
hasanah" berarti sunnah yang baik, sedangkan bid'ah bukan yang baik. Tentu berbeda
antara berbuat sunnah dengan mengerjakan bid'ah.
Jawaban lainnya, bahwa kata-kata "Man Sanna" bisa diartikan pula: "Barangsiapa
menghidupkan suatu sunnah" yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya.
Jadi kata "Sanna" tidak berarti membuat sunnah untuk dirinya sendiri, melainkan
menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan.
Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya hadits diatas, yaitu kisah
orang-orang yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka dalam
keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk
mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seorang Anshar dengan
membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya
dihadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliau
dan bersabda: "Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia
mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti (meniru)
perbuatannya itu..."
Dari sini, dapat dipahami bahwa arti "Sanna" ialah melaksanakan (mengerjakan) bukan
berati membuat (mengadakan) suatu sunnah. Jadi arti dari sabda beliau: "Man Sanna Fil
Islam Sunnah Hasanah" yaitu "Barangsiapa melaksanakan sunnah yang baik" bukan
membuat atau mengadakannya, karena yang demikian ini dilarang berdasar sabda beliau:
Kullu bid'ah dhalalah.

Tanya jawab masalah bid'ah (1)

BID'AH; Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin
Mungkin ada diantara kita yang bertanya bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan
Umar bin Khattab r.a. setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari
agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan jama'ah
sedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata: "Inilah sebaik-baik bid'ah...dst."
Jawabannya:
Pertama:
bahwa tak seorangpun diantara kita boleh menentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, 'Utsman, Ali atau dengan perkataan
siapa saja selain mereka. Karena Allah Ta'ala berfirman: "Maka hendaklah orang-orang
yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang
pedih." (An-Nur: 63)
Imam Ahmad bin Hambal berkata: "Tahukah anda, apakah yang dimaksud dengan fitnah?
Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan jadi binasa."
Ibnu Abbas r.a. berkata: "Hampir saja kalian dilempar batu dari atas langit. Kukatakan:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, tapi kalian menentangnya dengan ucapan
Abu Bakar dan Umar."
Kedua:
Kita yakin kalau Umar r.a. termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah dan sabda
Rasul-Nya. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah
Ta'ala, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selalu
berpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani menyanggah
perkataan beliau tentang pembatasan mahar (maskawin) dengan firman Allah, yang artinya:
"Sedang kamu telah memberikan kepada seorang diantara mereka harta yang
banyak..." bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi melakukan pembatasan
mahar. Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang kesahihannya, tetapi dapat menjelaskan
bahwa Umar adalah seorang yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak
melanggarnya.
Oleh karena itu, tak patut bila Umar r.a. menentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dan berkata tentang suatu bid'ah: "Inilah sebaik-baik bid'ah", padahal bid'ah tersebut
termasuk dalam kategori sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Setiap bid'ah adalah
kesesatan."
Akan tetapi bid'ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai bid'ah yang tidak
termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut. Maksudnya adalah
mengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan sholat sunat pada malam bulan
Ramadhan dengan satu imam, dimana sebelumnya mereka melakukannya sendiri-sendiri.
Sedangkan sholat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dinyatakan oleh Aisyah r.a. bahwa: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah melakukan qiyamul lail (bersama para sahabat) tiga malam berturut-turut, kemudian
beliau menghentikannya pada malam keempat dan bersabda:
"Sesungguhnya aku takut kalau sholat tersebut diwajibkan atas kamu, sedangkan kamu tidak
mampu untuk melaksanakannya." (HR Bukhari dan Muslim)
Jadi qiyamul lail (sholat malam) di bulan Ramadhan dengan berjama'ah termasuk sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun disebut bid'ah oleh Umar r.a.
dengan pertimbangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah menghentikannya
pada malam keempat, ada diantara orang-orang yang melakukannya sendiri-sendiri, ada
yang melakukannya dengan berjama'ah dengan beberapa orang saja dan ada yang
berjama'ah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul mu'minin dengan pendapatnya yang
benar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan oleh
Umar ini disebut bid'ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang
sebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah bid'ah, karena pernah dilakukan oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Monday, August 2, 2010

Sebuah Cerita Tentang Bunga

Bunga itu begitu cantik
Begitu indah, sehingga semua mata melirik
Begitu berwarna
Cerah merona

Setiap lebah datang padanya
Berhadap madu darinya
Setiap tangan ingin menyentuhnya
Bahkan ingin memetiknya

Itulah bunga, yang dengan kecantikannya
Keindahan dan kemewahannya
Dapat memilih dimana dia berada

Namun baginya ada dua pilihan
Di dalam kebun yang hanya dirawat oleh seorang tukan kebun
Atau Di luar kebun, yakni di taman
Yang setiap orang dapat melihatnya
Memandangnya bahkan menyentuhnya

Yang dengan keanggunannya
Dia bisa berada di taman
Dengan berjuta-juta pujian
Dari orang yang mengaguminya
Yang pujian itu bisa melalaikannya
Melupakannya...hingga akhirnya jatuh
Kedalam tangan yang merayunya
Menggodanya hingga akhirnya memetiknya

Dia terlena setelah terpetik dirinya
Dia lupa, 3 atau 4 hari setelah dia dipetik
Maka akhirnya dia layu dan akhirnya tercampakkan

Kemana pujian itu?
Kemana kekaguman itu?
Yang tersisa hanyalah air mata kesedihan dan penyesalan

Akan tetapi...
Bunga itu telah memilih dengan pilihan yang terbaik..
Yaitu di kebun
Yang hanya seorang yang mengaguminya
Yang hanya seorang yang memujinya
Seorang yang belajar untuk membahagiakan sebuah bunga yang teramat indah
Seorang yang dengan kelembutan dan ketulusan merawatnya
Penuh tanggung jawab diiringi dengan kesetiaan yang begitu dalam
Seorang yang engkau kira dia adalah tukang kebun.. ternyata bukan
Dia bukanlah tukang kebun..namun dia adalah perawatmu, pencintamu, pengagummu

Bunga...
Engkaulah sang isteri
Sedangkan satu-satunya perawatmu, pencintamu dan pengagummu
Tidak lain adalah suamimu.

Surat Seorang Suami Kepada Istrinya…

Wahai isteriku..
Sungguh aku menulis surat ini karena jauhnya panggang dari api..jauhnya bintang dari
tangan…
Jauhnya kenyataan dari harapan..dan mungkin hilangnya harapan dari yang diharap…
Semoga surat ini bisa membuka pintu keridhoan-Nya atas rumah tangga kita.

Wahai isteriku..
Betapa aku mengharap banyak harapan atasmu..
Wahai isteriku..
Kuharap engkau menjadi istri dan pendamping hidupku…yang bisa bersamaku berusaha menuju
ridho-Nya..menuju surga-Nya..menuju ampunan-Nya

Tapi lihat wahai isteriku..
engkau menemaniku seolah-olah akhirat masih jauh…bahkan menjadi fatamorgana
Wahai isteriku…
Kuharap engkau adalah pengingatku..disaat aku jauh dari-Nya, disaat aku dalam kebodohan
Kuharap engkau membangunkan tidurku dari malasnya bertahajjud..
Kuharap engkau menarik tanganku, merayuku dan memintaku “Wahai suamiku berjihadlah engkau dengan menuntut ilmu… hadirilah taman-taman surga.. dan bawalah ilmu sebanyak-banyaknya dan hadiahkanlah pada isterimu ini”

Tapi lihat dirimu wahai isteriku…
Engkau memang menjadi pengingatku.. mengingatkanku akan belanja bulanan,
barang yang harus dibeli, baju untuk si kecil, baju untuk berlebaran, furniture yang harus dibeli untuk memenuhi ruangan rumah.

Engkau memang membangunkanku.. Namun kau bangunkan aku untuk membuatkan susu untuk si kecil
Dimana tahajjud itu? Setahun berapa kali bertahajjud?
Engkau memang menarik tanganku, merayuku, dan memintaku “Wahai suamiku antarkan aku ke pasar, ke mall…”
Dimana jihad? Dimana menuntut ilmu? Berapa kali taklim yang kuikuti?

Wahai isteriku...
Kuharap engkau menangis..saat aku lemah dalam ketaatan pada-Nya..
Menangis..saat aku tak menjadi ayah dan pemimpin yang benar..di saat ku salah dalam melangkah.
Namun lihatlah dirimu wahai isteriku..engkau memang menangis, namun yang kau tangisi adalah tangisan karena sepatumu yang telah rusak, kau tangisi beratnya beban kerjaan di rumahmu...

Wahai isteriku..kuharap engkau adalah ibu bagi si kecil..
Ibu yang dengan lembut mendidiknya..yang dengan sabar merawatnya…
yang jauh dari kekasaran saat dia berbuat salah…
Didiklah dia wahai isteriku..karena sungguh waktumu lebih banyak daripada aku dalam bersamanya.
Tapi lihat dirimu wahai isteriku…
Engkau berbicara kepada anakmu…atau kepada musuhmu?
Engkau sedang menasihatinya atau engkau sedang menyudutkannya..?
Saat dirinya bersalah..engkau melihatnya seperti sosok yang telah dewasa..
Lalu engkau memarahinya dengan hebat..dimanakah kelembutan dan kesabaran itu?
Engkau lembut..engkau bersabar..saat dia, anakmu, menghiburmu…namun saat dirinya bersalah kau campakkan kelembutan dan kesabaranmu.

Wahai isteriku..kuharap engkau menjadi tambahan anak bagi orangtuaku..
Anak yang berbakti pada orangtuanya..
Kuharap darimu, engkau menegurku, kemudian mendorongku untuk selalu berbakti pada orang tuaku..
Namun lihatlah dirimu..engkau sangat cemburu saat aku bersama ibu bapakku, sangat tidak rela aku bersama mereka, berbakti pada mereka..seolah-olah aku adalah hartamu yang tidak boleh diberikan sedikitpun kepada orang yang telah melahirkan dan membesarkanku..
Lalu, wahai isteriku..akan kukemanakan naluriku sebagai anak..
Akan kukemanakan ayat-ayat Allah tentang wajibnya berbakti pada orang tua?
Wahai isteriku..kini kau telah tahu apa yang sebenarnya kuharapkan dari mu…
Kini kau telah tahu apa yang bisa membuatku mencintaimu…

Aku bisa mendapatkan kesenangan dunia saja dari mu..
Namun tidak kah engkau bersedih dan menyesal...
Bila hari akhir itu datang..dan segalanya tidak bisa berulang..
Sedangkan kita hanya bisa menikmati dunia saja…
Sedangkan di akhirat semunya telah sirna.....

Dari suamimu yang merindukan kesholehan dirimu…
Aku mencintaimu karena Allah..

Tuesday, July 27, 2010

Manusia Termulia

Setiap benda yang sangat berharga pasti tak banyak, begitulah hidup mengajarkan.

Manusia, begitu banyak. Amat banyak jumlahnya.

Seolah mencari mutiara yang sangat berharga. Dia harus diselami ke dasar laut. Memilikinya sungguh telah menjadi impian berjuta-juta manusia.

Begitulah, jiwa yang penuh kemuliaan. Dia dicari tidak di buih-buih kerumunan banyak manusia. Dia dicari tidak di kehidupan yang serba mudah. Dia dicari tidak di lembut dan empuknya kasur yang mahal. Dia juga tidak dicari di kantong-kantong kemiskinan yang selalu menadahkan tangannya. Tidak berada di antara manusia pemburu dunia.

Akan tetapi jiwa yang mulia itu dicari, diusahakan, dan diminta. Dicari dalam petunjuk-petunjuk Rabb-Nya, diusahakan dalam menjalani petunjuk-petunjuk tersebut. Dan dimintakan kepada Yang Maha Pemberi.

Kemuliaan yang bukan untuk dipamerkan, yang bukan untuk dipuji dan disanjung-sanjung. Tapi kemuliaan yang dihadirkan untuk memuliakan sang Pencipta, Allah Yang Maha Kasih Sayang.

Semakin ia memuliakan-Nya, maka dirinya semakin mulia. Kemuliaan dalam menghinakan diri..
Penghinaan diri di hadapan Allah 'azza wa jalla akan menjadikan dirinya semakin mulia. Siapa yang memuliakannya? Tiada lain Allah Rabbul 'alamin yang telah berfirman:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Al Hujuraat: 13)

Monday, July 26, 2010

Jiwa yang menyesali dirinya

Seperti seorang petarung
Ketika berhasil tegak berdiri berhadapan dengan lawan tarungnya
Kembali ia terjerembab jatuh, dihantam lawannya itu

Jatuh, hingga menyayat hatinya
Namun tak bisa ia membiarkan dirinya jatuh
Ia harus bangkit
Berdiri dan kembali bertarung

Setelah berdiri, kembali dia menghujamkan pukulan-pukulannya
Berusaha terus berusaha
Namun, kembali ia tersungkur meskipun beberapa kali dia sempat berhasil menyungkurkan lawannya

Terus .. terus dan begitu terus

Inilah petarung, pejuang yang tak kenal lelah terus berusaha bangkit..hingga maut memisahkan ruh dengan jasadnya !

Seperti itulah jiwa...
seperi petarung itulah jiwa ini...

Saat hembusan keimanan
Saat hati meresapi keberadaan-Nya
Saat hati lembut, dilembutkan yang Maha Lembut
Saat hati bak tanah yang siap ditaburi benih-benih kebenaran

Dan siap menyongsong akhirat
Menguatkan tekad..

Namun, adakalanya terpaan badai
Kembali menghadang
Bahkan memporak porandakan bangunan keimanan

Dengan pembangkangan
Dengan kemaksiatan

Hancur..hancur..semuanya

Hingga air mata jatuh..
Membanjiri sajadah

Memohon ampunan dengan hati yang mengiba kepada Allah Al Ghofur

Rabbanaaa..
Rabbanaaa..
Hamba telah menzhalimi diri hamba...
Dengan pembangkangan
Dengan kemaksiatan
Lemah hati hamba ini Ya Rabb...

Ampuni hamba yang lemah ini ya Rabb..
Kubutuh ampunan-Mu
Hamba-Mu begitu banyak
Apalah diri ini, diri yang hina...
Yang tiada arti dimata-Mu

Namun, bila Engkau tak mengampuni hamba
Dan Engkau tidak memberikan kasih sayang-Mu
Maka pastilah hamba ini termasuk orang-orang yang merugi..

Siapa pula yang dapat mengampuni selain diri-Mu?

Begitu mengiba
Begitu meratap
Petarung ini...

Ya, dia adalah petarung
Yang berusaha bangkit untuk menang
Melawan siapa?
Tiada lain melawan jiwanya, jiwa yang selalu menyuruhnya kepada kejahatan..
Ia tak akan berhenti melawannya, hingga maut memisahakan ruh dari raganya..

Dari jiwa yang menyuruhnya kepada kejahatan...
Kemudian menjadi jiwa yang selalu meyesali dirinya.. ini lah petarung.. jatuh, kemudian bangkit...jatuh kemudian bangkit...
Dan berharap di akhir hayatnya ia dipanggil..
Wahai jiwa yang tenang..
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya..
Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,
masuklah ke dalam syurga-Ku

Friday, July 23, 2010

Selama bukan di surga, maka akan selalu ada tangis air mata

Suatu kali saya pernah berfikir ketika melihat teman saya
Yang telah hidup dalam kemapanan
Bekerja dengan gaji yang wah..berlipat-lipat di atas saya
Kendaraan, rumah, isteri, anak..sudah lengkap dimilikinya.

Saya pikir, kebahagiaan itu sudah mutlak baginya
Disepanjang waktu hidupnya.
Dan rasanya, tidak ada lagi yang membuatnya sedih

Ternyata, terlalu dangkal berfikir seperti itu.
Karena saya hanya melihat sedikit sisi dari berbagai sisi kehidupan di dunia ini.

fatamorgana?
Tidak juga, kebahagiaan itu ada.
Namun, masa aktif kebahagiaan sering kali hanya sebentar
Kemudian ada saja, kejemuan, kesedihan, musibah, menelusup ke dalam
Relung-relung kehidupan ini sehingga berderailah air mata, terkadang atau sering juga
Menaikkan urat emosi, marah, jengkel dll.

Itulah dunia dan segala ranah contentnya

Selama bukan di surga, maka akan selalu ada tangis air mata

Thursday, July 22, 2010

Terperangkap syubhat, terpenjara syahwat

Seandainya darah yang mengalir dalam tubuh bisa kita rasakan,
Benar-benar kita rasakan derasnya aliran itu.

Mungkin, sekali lagi mungkin...aku hanya menduga-duga saja.
Ada mahluk lain yang bisa kita rasakan di sela-sela sel-sel darah itu.

Mahluk yang senantiasa mencoba mengambil hati manusia
Dengan rayuannya, dengan godaannya

Mahluk ini mencoba menarik kita ke dalam komunitasnya
Menjadikan manusia sebagai sahabatnya
Yang kelak akan bersama menemaninya di tempat yang kekal abadi
Namun penuh dengan adzab dan kenistaan, tiada lain yaitu Neraka

Mahluk ini yang bernama syaithan.

Darah yang mengalir melalui otak
Dan otak serta akal yang terpengaruh oleh syaithan
Maka merebaklah syubhat-syubhat

Syubhat, atau kerancuan dalam berpikir
Dalam memahami agama
Kerancuan hingga tidak bisa membedakan halal dan haram
Benar dan salah
Atau justeru malah bisa terbolak-balik
Yang halal disangka haram
Yang haram disangka halal
Begitulah syubhat meracuni akal

Darah yang tersusupi syaithan pun
Menjalar ke seluruh anggota tubuh
Bahkan ke panglimanya, yaitu hati

Maka teracuni lah semua anggota tubuhnya
Dengan syahwat
Syahwat hasil rayuan maut syaithan
Godaan akan kenikmatan dibalik syahwat

Akhirnya seorang manusia berakhir pada
Terperangkap syubhat dan terpenjara syahwat...

Tuesday, July 20, 2010

Untuk Anakku, jika kelak engkau besar nanti

Duhai anakku,
Sungguh, berjalannya waktu tak akan terasa

Mungkin engkau membaca ini tatkala rambutku sudah memutih
Mungkin juga, engkau membacanya tatkala aku sudah tiada disisimu

Namun, hanya ada dua pilihan bagimu. Wahai anakku..
Pergunakan waktu ini dengan sebaik-baiknya..
Atau
Jika kau telah banyak lalai darinya
Maka tiada kata terlambat untuk memulainya dengan hal-hal yang bermanfaat bagimu

Anakku, ketahuilah 3 hal yang bermanfaat untukmu
Yang engkau akan menyesalinya tatkala engkau dihadapkan para malaikat Allah
Tatkala engkau diam membisu di hadapan mereka saat engkau ditanya:
"Siapa tuhanmu?"
"Siapa nabimu?"
"Apa agamamu?"

Dan perhatikanlah, wahai anakku. Perhatikan 3 perkara ini:
Kuatkan tauhidmu, dan jangan sekutukan Dia dengan sesuatupun
Jagalah sholatmu, meski dalam keadaan yang menyulitkanmu
Murnikan ibadahmu hanya untuk Allah, dan sesuai tuntunan Rasulullaah Shalallaahu 'alaihi wa salaam

Ku wasiatkan tulisan ini untukmu, agar engkau selamat dunia dan akhirat
Dan menjadi bekalku kelak di yaumul akhir nanti

Jembatan Kehidupan

Awal jembatan itu adalah kelahiran
Akhir dari jembatan itu adalah kematian

Maka, kemanakah akal?
Bila seseorang sedang berada di jembatan
Kemudian lupa akan bahwa tujuan perjalanannya
Bukan untuk selamanya di jembatan itu.

Bukankah, di akhir jembatan itulah
Tujuan sebenarnya perjalanannya itu?

Akan ingat, orang yang mengingatnya.
Akan lupa, orang yang melupakannya.

Jika dibawah jembatan itu terbentang sungai indah menawan
Menggoda hati untuk terus berdiam diri di sana
Anginnya yang sejuk menyegarkan

Tapi duhai jiwa,
Telah tertipukah diri ini?

Engkau berada di jembatan ni bukan untuk selamanya.

Seandainya kau tahu, di akhir jembatan itu ada..
Sungai yang mengalir juga, yang jauh lebih indah...
Perhiasan yang begitu indah..
Kedamaian dan kesejukan yang tiada taranya..

Maka akan kau isi apakah bulir-bulir kehidupan ini?
Bulir-bulir amal yang akan menjadi bekal
Menjadi saksi atas kecintaannya kepada Rabb-Nya
Dalam mengarungi kehidupan hanya untuk meminta keridhoan dan rahmat-Nya.